Hadist Shahih Bukhari (Part 3)
1.Jangan Terburu-buru Menghafal Al-Qur'an
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِى قَوْلِهِ تَعَالَى ( لاَ تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ ) قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يُعَالِجُ مِنَ التَّنْزِيلِ شِدَّةً ، وَكَانَ مِمَّا يُحَرِّكُ شَفَتَيْهِ - فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَأَنَا أُحَرِّكُهُمَا لَكُمْ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يُحَرِّكُهُمَا . وَقَالَ سَعِيدٌ أَنَا أُحَرِّكُهُمَا كَمَا رَأَيْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يُحَرِّكُهُمَا . فَحَرَّكَ شَفَتَيْهِ - فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ( لاَ تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ* إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ ) قَالَ جَمْعُهُ لَهُ فِى صَدْرِكَ ، وَتَقْرَأَهُ ( فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ ) قَالَ فَاسْتَمِعْ لَهُ وَأَنْصِتْ ( ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ ) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا أَنْ تَقْرَأَهُ . فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - بَعْدَ ذَلِكَ إِذَا أَتَاهُ جِبْرِيلُ اسْتَمَعَ ، فَإِذَا انْطَلَقَ جِبْرِيلُ قَرَأَهُ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - كَمَا قَرَأَهُ
Dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: "Jangan kamu gerakkan lidahmu dalam membaca Al-Qur'an dengan terburu-buru." Berkata Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW berusaha mengatasi kesulitan ketika menerima wahyu dengan menggerakkan kedua bibirnya. Ibnu Abbas berkata, "Aku menggerakkan kedua bibirku ini di hadapan kalian sebagaimana Nabi menggerakkan bibirnya." Sa'id berkata, "Saya menggerakkannya seperti Ibnu Abbas menggerakkan," maka turunlah ayat Al-Qur'an, "Jangan kamu gerakkan lidahmu dalam membaca Al-Qur'an dengan terburu-buru, sesungguhnya Kami telah mengumpulkannya (Al-Qur'an)." Dia berkata, "Allah telah mengumpulkan Al-Qur'an di dalam hatimu dan membacakannya." Allah berfirman, "Apabila Kami membacakan Al-Qur'an ikutilah bacaannya." Atau "dengarkanlah dan diam," Allah berfirman, "Kemudian Kami yang memberi penjelasan," kemudian kepada kami kamu membacanya (Al-Qur'an). Setelah itu Rasulullah SAW apabila telah didatangi oleh Jibril barulah beliau membacanya sebagaimana Jibril membaca.
Hadits di atas adalah hadits ke-5 dalam Shahih Bukhari (صحيح البخارى), di bawah Kitab Bad’il Wahyi (كتاب بدء الوحى) (Permulaan Turunnya Wahyu). Hadits tersebut menceritakan upaya Rasulullah untuk segera menghafal wahyu yang diterimanya, namun Allah membetulkan caranya.
Penjelasan Hadits
Hadits ini menjelaskan tentang asbabun nuzul QS. Al-Qiyamah ayat 15-19. Lafazh "mimmaa" (مِمَّا)dalam hadits ini bermakna "rubamaa" (رُبَماَ), menurut para ulama. Yang artinya adalah, kadang-kadang. Jadi, kadang-kadang Rasulullah menggerakkan bibirnya (seperti yang diperagakan oleh Ibnu Abbas, lalu diperagakan Said bin Jubair) agar beliau lebih cepat menghafalkan wahyu yang turun.
Upaya menggerakkan bibir untuk cepat menghafal ini merupakan bentuk tanggungjawab Rasulullah SAW yang begitu besar akan wahyu yang diterimanya. Namun, cara ini tidak dikehendaki oleh Allah SWT. Allah memberitahukan Rasulullah sikap yang lebih baik dalam menerima wahyu. Yakni tidak menggerakkan bibir kecuali ketika Jibril telah selesai menyampaikan wahyu itu.
Adapun tentang hafalan dan pemahaman, Allah SWT menjamin melalui ayat ini bahwa Allah-lah yang memberi kuasa untuk itu. Maka setelah itu, Rasulullah tidak lagi menggerakkan bibir untuk menghafal sewaktu Jibril masih dalam kondisi menyampaikan wahyu.
Pada awal hadits ini Ibnu Abbas menyebutkan (وَكَانَ مِمَّا يُحَرِّكُ شَفَتَيْهِ) "Rasulullah menggerakkannya (lisan dan bibirnya)" sementara pada kalimat berikutnya (رَأَيْتُ) "aku melihat". Seakan-akan ada pertentangan karena Ibnu Abbas sendiri baru berusia tiga tahun saat surat Al-Qiyamah ini turun. Dalam masalah ini Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa yang benar adalah Ibnu Abbas mendapatkan hadits ini sekligus peragaannya oleh Rasulullah SAW.
Pelajaran Hadits:
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Tanggung jawab kenabian (mas'uliyah nubuwah) yang sangat besar pada diri Rasulullah SAW sehingga beliau khawatir jika ada bagian wahyu yang terlupakan sehingga tidak tersampaikan kepada umatnya. Mas'uliyah seperti ini juga perlu dimiliki oleh para ulama' dan para dai (meski bukan tanggungjawab kenabian melainkan tanggungjawab dakwah) sehingga para ulama dan dai benar-benar totalitas dalam mengemban amanah dakwah dan gerakan penyelamatan umat (harakatul inqad).
2. Allah SWT senantiasa menjaga Rasulullah dan menyelamatkannya dari kesalahan sekecil apapun. Maka ketika ada yang salah dalam sikap Rasulullah, Allah segera membetulkannya. Inilah yang menjadikan Rasulullah memiliki sifat maksum (terbebas dari kesalahan).
3. Allah senantiasa menjaga keotentikan Al-Qur'an sejak pertama ia diturunkan. Maka Allah memudahkan Rasulullah untuk memahami dan menghafalkannya.
2.Tadarus Al-Qur'an setiap Ramadhan
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Rasulullah SAW adalah orang yang paling murah hati, lebih-lebih ketika bertemu Jibril di bulan Ramadhan. Beliau bertemu Jibril pada pada setiap malam bulan Ramadhan untuk tadarus Al-Qur'an. Maka sifat murah hati Rasulullah melebihi hembusan angin."
Hadits di atas adalah hadits ke-6 dalam Shahih Bukhari (صحيح البخارى), di bawah Kitab Bad’il Wahyi (كتاب بدء الوحى) (Permulaan Turunnya Wahyu). Hadits ini, di samping menjelaskan sifat murah hati Rasulullah (terlebih saat Ramadhan), juga menginformasikan bahwa Rasulullah melakukan tadarus Al-Qur'an bersama Jibril pada malam bulan Ramadhan.
Penjelasan Hadits
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدَ النَّاسِ
(Rasulullah SAW adalah orang yang paling murah hati)
Kalimat (جُوْد) artinya adalah memberi sesuatu kepada yang berhak menerimanya. Ia lebih umum daripada sedekah. Sifat ini adalah sifat Allah SWT yang Ia sukai jika manusia juga memilikinya.
إن الله جواد يحب الجود
Sesungguhnya Allah Maha Pemurah, Dia mencintai orang yang bermurah hati. (HR. Tirmidzi)
Sebaik-baik manusia yang dicintai oleh Allah adalah Rasulullah. Dan beliau manusia terbaik pemilik sifat ini. Maka banyak kita dapatkan riwayat yang menjelaskan sifat murah hati beliau. Misalnya dalam riwayat Anas bin Malik:
أنا أجود ولد آدم وأجودهم بعدي رجل علم علما فنشر علمه ورجل جاد بنفسه في سبيل الله
Saya adalah keturunan anak Adam yang paling bermurah hati dan orang yang paling bermurah hati setelahku adalah orang yang memiliki ilmu dan menyebarkan ilmunya serta orang yang menyerahkan dirinya untuk berjuang di jalan Allah.
Dalam riwayat yang lain Anas bin Malik menyebutkan:
كان النبي صلى الله عليه و سلم أشجع الناس وأجود الناس
Nabi SAW adalah orang yang paling berani dan paling murah hati
وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ
(Rasulullah lebih pemurah lagi ketika bertemu Jibril di bulan Ramadhan)
Sifat murah hati Rasulullah yang demikian besar, bertambah hebat lagi pada waktu bulan Ramadhan. Pada hari biasa saja kedermawanan Rasulullah sulit untuk dilakukan. Seperti dalam riwayat Ahmad: "Tidak ada sesuatu yang diminta dari beliau kecuali beliau memberikannya." Sedangkan riwayat dari Jabir "Tidak pernah ada sesuatu yang diminta dari beliau lalu dijawab 'tidak'"
وَكَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
(Beliau bertemu Jibril pada pada setiap malam bulan Ramadhan untuk tadarus Al-Qur'an)
Kalimat inilah yang menyebabkan mengapa hadits ini ditaruh pada kitab bad'il wahyi (permulaan turunnya wahyu). Sebab Rasulullah SAW biasa melakukan tadarus bersama Jibril pada setiap Ramadhan. مدرسه menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani artinya adalah menghafal Al-Qur'an. Pada prakteknya, Rasulullah membaca Al-Qur'an (tentu saja dengan menghafalnya) di hadapan Jibril dan Jibril yang mengeceknya. Ini untuk memastikan bahwa tidak ada satu huruf pun yang salah. Seluruh Al-Qur'an harus sama sebagaimana adanya di lauh mahfudz. Tidak boleh ada perbedaan sedikitpun. Maka proses ini merupakan upaya berikutnya setelah pada hadits sebelumnya dijelaskan bagaimana Rasulullah dimudahkan Allah dalam menghafal Al-Qur'an, tanpa diperkenankan untuk langsung menirukan Jibril hingga Jibril selesai menyampaikan ayat-ayat yang diturunkan pada saat itu.
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, hadits ini juga menjadi bukti bahwa Al-Qur'an diturunkan pertama kali pada bulan Ramadhan. Lalu setiap Ramadhan dicek, bahkan pada Ramadhan terakhir sebelum Rasulullah wafat, pengecekan (tadarus) ini berlangsung dua kali.
فَلَرَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
(Maka sifat murah hati Rasulullah –di bulan Ramadhan- melebihi hembusan angin)
الْمُرْسَلَةِ artinya adalah berhembus dengan cepat. Digambarkan demikian karena kedermawanan Rasulullah lebih cepat dari hembusan angin. Dan kedermawanan Rasulullah selalu ada sebagaimana hembusan angin yang selalu ada pula.
Pelajaran Hadits:
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1. Kesempurnaan Rasulullah SAW yang memiliki akhlak agung (akhlaq adhimah). Salah satunya adalah murah hati (kedermawanan). Dalam hal ini, Rasulullah paling murah hati (dermawan) dibandingkan dengan manusia manapun.
2. Rasulullah bertemu dengan Jibril setiap bulan Ramadhan untuk melakukan tadarus. Dalam proses ini ada penjaminan keotentikan Al-Qur'an. Meskipun Rasulullah SAW adalah seorang yang maksum dan telah dimudahkan serta dijamin Allah dalam menghafal Al-Qur'an proses ini tetap dilakukan untuk memperkuat dan memastikan keotentikan Al-Qur'an. Agar tidak ada satu huruf pun dari Al-Qur'an yang keliru saat disampaikan kepada umatnya.
3. Kedermawanan (murah hati) Rasulullah SAW bertambah hebat ketika bulan Ramadhan. Ini mengajarkan kepada umat beliau bahwa Ramadhan sebagai bulan yang paling utama dengan pelipatgandaan pahala amal kebajikan hendaklah dioptimalkan dengan memperbanyak ibadah dan meningkatkan kualitasnya.
Waspada perangkap SYI'AH
Friday, October 10, 2014
Hadist Shahih Bukhari (Part 3)
Posted by Unknown |  at 4:15 PM
Tagged as: Kumpulan Hadist Shahih
About the Author
Write admin description here..
0 komentar: