As sunnah
Banyak orang mengatakan istilah “sunnah Rasul” dengan maksud “hubungan suami istri.” Terlebih ketika malam Jum’at seperti ini. Apa sebenarnya “sunnah Rasul”, bolehkah menggunakan istilah itu dengan maksud “hubungan suami istri” dan apa saja sebenarnya “sunnah Rasul” di malam/hari Jum’at? Berikut pembahasannya.
Sunnah Rasul
As sunnah secara etimologi (bahasa) artinya adalah ath thariqah (jalan). Definisi ini misalnya digunakan dalam hadits Rasulullah:
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ
“Barangsiapa mempelopori jalan yang baik di dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang mengamalkan jalan itu setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
Sedangkan secara terminologi (istilah) sunnah ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi baik perkataan beliau (qaul), perbuatan (fi’il) maupun ketetapan (taqrir). Dalam hal ini, pengertian sunnah sama persis dengan pengertian hadits, dan istilah sunnah adalah nama lain dari hadits.
Sunnah, juga dimaknai sebagai jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka siapa yang mengikuti jalan Nabi, maka ia adalah orang yang ittiba’us sunnah.
Dalam konteks ini, sunnah tidak bermakna jika dikerjakan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak apa-apa. Meskipun, ini juga sebenarnya terkait dekat, sebab ketika disebut sunnah Rasul, ia juga mengacu pada amal-amal meneladani Rasulullah, yang jika dikerjakan maka pelakunya mendapatkan pahala sunnah.
Dengan demikian, sunnah Rasul adalah jalan yang dicontohkan oleh Rasulullah dan amal-amal yang bersumber dari Rasulullah.
Sunnah Rasul di Malam/Hari Jum’at
Berangkat dari definisi di atas, maka kita ketahui berdasarkan hadits-hadits Rasulullah bahwa “sunnah Rasul di malam/hari Jum’at adalah sebagai berikut:
Membaca Surat Al Kahfi
Membaca surat Al Kahfi adalah salah satu “sunnah Rasul” di hari Jum’at. Hari Jum’at yang dimaksud di sini adalah hari Jum’at dalam perhitungan kalender hijriyah. Yakni mulai Kamis petang saat matahari terbenam hingga Jum’at petang saat matahari terbenam.
Mengenai keutamaannya, Rasulullah menjelaskannya, antara lain dalam hadits berikut:
مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya antara dirinya hingga baitul Atiq.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi, dishahihkan Al-Albani)
Memperbanyak Shalawat
Sunnah Rasul lainnya di hari Jum’at adalah memperbanyak shalawat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” (HR. Baihaqi dalam Sunan Al Kubro; hasan lighairihi)
Mandi Jum’at dan Menyegerakan Berangkat Shalat Jum’at
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا
"Barang siapa mandi pada hari Jum'at, membersihkan badannya dan bersegera (pergi kemasjid) kemudian berdiam diri dengan penuh konsentrasi, mendengarkan (khutbah), maka setiap langkah yang diayunkan mendapatkan pahala seperti pahala setahun, yaitu pahala puasanya dan shalat malamnya." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, An Nasa’i dan Ahmad)
Memperbanyak Doa
Rasulullah menjelaskan keutamaan doa di hari Jum’at dalam haditsnya sebagai berikut:
فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim)
Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu tersebut. Ada yang berpendapat sejak khatib Jum’at naik mimbar hingga selesai shalat Jum’at. Pendapat kedua, yakni pendapatnya Ibnu Qayyim Al jauziyah dan lainnya, waktu tersebut adalah antara shalat Asar hingga matahari terbenam. Ini juga bisa dilakukan muslimah dengan mudah. Sedangkan pendapat ketiga, yakni pendapat Ibnu Hajar Al Asqalani dan lainnya, waktu tersebut adalah gabungan dari dua waktu di atas.
Hubungan Suami Istri di Malam Jum’at Termasuk Sunnah Rasul?
Dalam hal ini ada perbedaan pendapat. Yang mengatakan hubungan suami istri di malam Jum’at merupakan sunnah Rasul umumnya berpegangan dengan hadits riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, An Nasa’i dan Ahmad. Yang menurut penafsiran mereka, mandi di situ adalah mandi jinabat karena berhubungan suami istri. Pandangan ini diperkuat dengan tambahan pada riwayat Tirmidzi, setelah hadits itersebut:.
قَالَ مَحْمُودٌ قَالَ وَكِيعٌ اغْتَسَلَ هُوَ وَغَسَّلَ امْرَأَتَهُ
Mahmud (perawi) berkata, Waki' berkata, dia sendiri mandi dan juga memandikan istrinya
Namun, sebagian besar ulama menolak pandangan tersebut dengan berhujjah bahwa mandi pada hadits tersebut tidak selalu didahului dengan hubungan suami istri. Kalaupun yang dimaksud adalah mandi jinabat, maka jima’nya dilakukan pada Jum’at pagi, bukan Jum’at malam. Sebab mandi Jum’at disunnahkan sebelum berangkat shalat. Dan orang berangkat shalat Jum’at umumnya pagi.
Menyebut Sunnah Rasul dengan Maksud Jima’
Sesuai dengan penjelasan di atas, sunnah Rasul di malam dan hari Jum’at itu banyak. Sedangkan jima’ di malam Jum’at masuk dalam kategori diperselisihkan.
Karenanya, membatasi pemahaman bahwa sunnah Rasul adalah hubungan suami istri merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Wallahu a’lam bish shawab. [Abu Nida].
0 komentar: